Fakta Indonesia Belum Siap Menerapkan New Normal

Menurut Wikipedia, New Normal atau “Kenormalan baru adalah sebuah istilah dalam bisnis dan ekonomi yang merujuk kepada kondisi-kondisi keuangan usai krisis keuangan 2007-2008resesi global 2008–2012, dan pandemi COVID-19. Sejak itu, istilah tersebut dipakai pada berbagai konteks lain untuk mengimplikasikan bahwa suatu hal yang sebelumnya dianggap tidak normal atau tidak lazim, kini menjadi umum dilakukan”.

Saat ini peningkatan jumlah kasus Covid-19 baru di Indonesia masih cukup tinggi, walaupun begitu pemerintah tetap akan menerapkan kehidupan sosial masyarakat pada keadaan new normal dengan harapan dapat mengembalikan kembali kondisi ekonomi yang semakin memburuk. 

Dengan keputusan ini maka masyarakat akan melanjutkan kembali aktifitas kehidupannya seperti pada masa sebelum pandemi. Mall dan toko secara bertahap kembali dibuka, siswa melanjutkan pembelajaran disekolah, perputaran ekonomi kembali berjalan dengan semestinya, namun semua itu harus disertai dengan mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah seperti menjaga jarak fisik interaksi antar individu, menggunakan masker dan berbagai keterbatasan lainnya yang harus dipatuhi. 

Sebelumnya jumlah kasus Covid-19 di indonesia lebih rendah dibandingkan negara Singapura. Namun hingga tanggal 24 Juni 2020 Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbanyak di negara ASEAN yaitu sebanyak 49.009 kasus, diikuti oleh negara Singapura 42.623 kasus dan Filipina 32.295 kasus. Sampai hari ini rata-rata penambahan kasus Covid-19 masih di atas 1000 kasus per hari. Hari Minggu tanggal 5 Juli jumlah kasus positif sebanyak 1.607 kasus sementara hari ini tanggal 7 Juli sebanyak 1.268 kasus.
Saat ini pemerintah Indonesia berada dibawah tekanan untuk dapat mengembalikan kondisi ekonomi dengan kebijakan new normal. 

Pemerintah berharap dengan diberlakukan kebijakan ini dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, mengurangi pengangguran serta menghindari eskalasi kemiskinan lebih lanjut. Faktanya penerapan kebijakan new normal di Indonesia ternyata memiliki beberapa kelemahan yang serius sehingga Indonesia dinilai belum siap untuk memasuki kehidupan normal yang baru atau new normal dan masih ada sejumlah syarat yang belum terpenuhi untuk memasuki hidup normal yang baru, salah satunya adalah bidang pelayanan kesehatan.

Berikut ini adalah beberapa fakta bahwa Indonesia belum siap menerapkan kebijakan new normal:


1. Kurva untuk Kasus Covid-19 masih naik

Kurva Covid-19
Pada tanggal 15 Mei 2020 presiden Joko Widodo mengumumkan akan di berlakukan new normal. Sejak saat itu para politisi dan pengusaha berpendapat bahwa new normal dapat mendorong pada pemulihan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. 

Namun kebijakan ini hanya akan menciptakan rasa aman yang salah dan orang akan berpikir bahwa pandemi yang terjadi di Indonesia sudah dapat terkendali. Faktanya jumlah kasus Covid-19 yang masih terus meningkat, sebagian pakar menilai bahwa Presiden Joko Widodo terlalu dini mengambil keputusan tersebut.

Kondisi Indonesia berbeda dengan negara tetangga Vietnam yang sudah terlebih dahulu melaksanakan kebijakan new normal. Di Vietnam jumlah kasus kematian Covid-19 adalah nol serta kurva pasien positif terus menurun, jadi indikatornya sudah jelas. Sedangkan di Indonesia sejak bulan April 2020 kurva pandemi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda penurunan jumlah kasus Covid-19. Total kasus positif sampai hari ini tercatat sebanyak 66.266 kasus diseluruh Indonesia dengan tingkat kematian 5 %. 

Anggota Komisi V DPR RI Irwan Fecho mengungkapkan bahwa jika pemerintah akan menetapkan kebijakan new normal, seharusnya pemerintah bersikap fokus dan tegas dalam menurunkan angka penularan COVID-19 di Indonesia yang semakin bertambah banyak secara eksponensial setiap harinya. Dapat dilakukan kebijakan new normal, jika kurva untuk jumlah kasus Covid-19 telah melewati puncak dan terus menurun mendekati situasi normal sebelum pandemi.


2. Indonesia termasuk negara dengan pengujian Rapid Test terendah

Rapid Test yang dilakukan oleh pemerintah termasuk paling rendah di dunia. Pada tanggal 24 Juni 2020, pengujian hanya dilakukan pada 2.444 per satu juta orang dibandingkan dengan negara Singapura tercatat 116.996 per satu juta orang, Australia (84.459) dan Malaysia (21.436). Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengakui bahwa pengujian Covid-19 menggunakan Rapid Test di Indonesia tergolong rendah, saat ini beliau lebih memprioritaskan pengujian berbasis swab PCR (Polymerase Chain Reaction) Test. Capaian pengujian tertinggi menggunakan swab PCR adalah 9.630 spesimen yang dilakukan pada tanggal 8 mei, namun pada hari berikutnya jumlah capaian tersebut kembali turun pada angka 7,100 spesimen pasien Covid-19. 

Salah satu penyebab tingkat pengujian rendah adalah kurangnya jumlah SDM dan peralatan yang digunakan untuk test kepada spesimen Covid-19. Metode pengujian yang saat ini dilakukan adalah berdasarkan pada penelusuran kontak kasus positif serta kunjungan ke tempat fasilitas kesehatan dengan gejala pasien terkena virus korona.    

Dengan tingkat pengujian yang rendah, sistem pelayanan kesehatan yang buruk, dan transparansi data kurang baik, maka kebijakan new normal dapat menyebabkan gelombang baru infeksi massal dan menyebabkan gangguan sosial ekonomi untuk jangka panjang.


3. Kebijakan hanya menguntungkan sebagian pihak saja

Kebijakan new normal merupakan kebijakan bersifat top-down, satu arah dengan satu ukuran untuk semua, mengabaikan fakta bahwa kerentanan pada sekumpulan populasi akan berbeda selama pandemi ini. Pemerintah sejauh ini dinilai gagal mengakui bahwa kebutuhan utama yaitu sekitar 60-71% orang Indonesia bekerja di sektor informal, seperti pedagang kaki lima dan pramusaji toko di pasar tradisional.

Secara global, banyak pedoman new normal dirancang dengan mempertimbangkan sektor formal saja. Indonesia termasuk negara yang mengadopsi cara ini, seperti menjaga jarak sosial, yang sepertinya kurang efektif untuk bisnis lokal yang perlu bertatap muka dengan pelanggan secara langsung.

Protokol kesehatan di bawah kebijakan new normal mencakup langkah umum yang harus dijalankan seperti menjaga jarak dan memakai alat pelindung diri (APD). Langkah-langkah ini tentu saja berlaku bagi golongan orang mampu saja, masyarakat yang bergantung pada upah harian tidak akan mampu untuk tinggal di rumah atau membeli APD.

Strategi semacam itu juga menempatkan sebagian besar tanggung jawab pada individu, sementara kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan, sistem perlindungan sosial, menciptakan mata pencaharian yang berkelanjutan serta ketahanan masyarakat, semua itu diabaikan.


4. Kembali Pada Normalitas

Protokol new normal mungkin akan menciptakan rasa normal bagi sebagian orang selama turbulensi ini. Namun sebagian besar masyarakat Indonesia dengan tingkat ekonomi dan sosial dibawah rata-rata, kebijakan new normal tidak akan pernah menjadi normal.

Memperkuat sistem kesehatan, solidaritas sosial, meningkatkan ketahanan masyarakat serta menciptakan perlindungan sosial secara adaptif, harus menjadi tujuan utama dari kebijakan tersebut. Faktor-faktor penentu utama inilah yang telah terbukti efektif dalam memulihkan mata pencaharian berkelanjutan selama masa pandemi, termasuk dalam keadaan darurat seperti bencana alam atau masalah global menyangkut kesehatan masyarakat.

Kebijakan new normal harus memperhitungkan berbagai kebutuhan semua orang selama masa pandemi. Diperlukan sejumlah data, seperti gender, wilayah geografis, status sosial ekonomi dan pengaturan kehidupan sosial. Data ini sangat penting untuk pembentukan dan implementasi new normal.

Pemerintah harus dapat mendengar aspirasi masyarakat, dengan menggunakan alur bottom-up, bukan top-down. Ini sangat penting untuk memastikan hubungan antara kebijakan yang ditetapkan dengan banyaknya segmen populasi di Indonesia. Penerapannya dapat ditingkatkan diberbagai daerah seperti perkotaan dan pedesaan, atau sektor formal dan informal.

Fase persiapan new normal sangat penting. Berdasarkan pengalaman yang sudah diterapkan di negara Selandia Baru dan Vietnam, pelajaran yang dapat kita ambil bahwa persiapan merupakan hal yang sangat penting untuk dapat menyeimbangkan risiko kesehatan masyarakat dan kondisi ekonomi selama dan setelah pandemi.

Kedua negara tersebut telah meningkatkan jumlah pengujian Rapid Test, dan hanya melonggarkan batasan beberapa minggu setelah pandemi memuncak. Mereka menunggu sampai benar-benar tidak ada kasus baru atau meminimalisir risiko penularan masyarakat sebelum mereka menerapkan kebijakan new normal. New normal bukanlah fase akhir, melainkan proses untuk membangun sistem ketahanan terhadap pandemi.


Masukan alamat email anda untuk mendapatkan artikel terbaru:

0 Response to "Fakta Indonesia Belum Siap Menerapkan New Normal"

Posting Komentar